Andry Arieztha Mbura 15 Oktober jam 23:00
Di puncak Gunung Gede, Sehabis seharian Memberikan Ujian bagi Muridnya, serta menghadiahkan sebilah senjata sakti, Nenek tua itu mengajak Muridnya berbincang. Yang dibincangkan tidak tanggung-tanggung. Dia becara tentang TUHAN, Tentang YANG MAHA ESA.. Sebelum sang murid itu Turun Gunung berhadapan dengan Dunia Luar yang begitu serba Asing, si Nenek memberikan Petuah bernada Teologis kepada Wiro saksana, Muridnya.
Kendati Wiro berilmu tinggi, meski memiliki senjata sakti Mandraguna, Wiro mesti ingat bahwa Kepandaiannya tidaklah sepadan dibanding dengan kekuasaan TUHAN, Sang Khalik.. Bahwa kepandaiaan dan Kesaktian yang dimilikinya harus digunakan guna menunjang tinggi keadilan dan kebenaran, Bukan untuk ugal-ugalan dan bertindak semaunya.
Wiro juga diajarkan untuk Rendah Hati, tidak mudah congkak bila suatu ketika dirinya mampu mengalahkan banyak orang. Karena itu sekali lagidia harus ingat akan TUHAN yang maha esa..
Didunia Ini, pasti ada Hitam dan ada Putih… ada Kanan dan ada Kiri.. ada Air dan ada juga Darat… Ada laki-laki dan ada juga Perempuan.. Namun semuanya itu akan kembali kepada Yang Maha Esa.. Demikianlah Formula 212 yang disampaikan Sang Eyang kepada Wiro.
Dalam Kehidupan ini Mungkin kita, memiliki Gelar Akademis Berderet-deret. Barangkali kedudukan kita sudah berada di posisi Puncak Karir.. Mungkin kita memiliki ratusan anak buah atau mungkin kita terpilih sebagai ketua Senat dikampus, Akan tetapi itu semua hanyalah Kefanaan yang bersifat sementara..Karena hanya ada Sang Khalik Yang Abadi Yang mesti menjadi satu-satunya Pedoman Hidup..
Orang/ pemimpin yang hidup atau kepemimpinannya berlandaskan sikap penuh penyerahan diri kepada TUHAN serta Senantiasa Mengandalkan TUHAN dalam setiap Perkara, adalah orang/pemimpin yang bersedia Memimpin dan menunduk…. Bukan berdiri dengan tegak namun Pongah.
Marilah kita belajar untuk Takut akan TUHAN, serta mengandalkan TUHAN dalam hidup ini… Janganlah sombong dan selalu Rendah hati..
Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan. (Amsal 15:33)
TUHAN MEMBERKATI KITA SEMUA.
Rabu, 20 Oktober 2010
Minggu, 28 Februari 2010
Penantian yang panjang
Langit rasanya runtuh menimpa saya saat peristiwa itu. Bukan saya saja yang terpukul, tapi anak-anak saya juga. Mereka yang dulunya periang menjadi pemurung, hampir tiap hari saya dipanggil ke sekolah, menangani dampak dari kesedihan mereka yang dalam.
Perekonomian keluarga yang sudah sangat sulit menjadi ambruk sama sekali. Sementara anak-anak harus tetap sekolah dan makan. Berbagai usaha saya lakukan, yang penting halal, walaupun ada perasaan sedih dan malu karena memikul nama suami saya. Tapi saya tutup telinga karena bagaimanapun saya tetap harus menghidupi ketujuh anak saya. Walaupun harus berhemat luar biasa sehingga beberapa tahun kami harus bergelap-gelapan karena saat malam kami mengandalkan lilin. Itu karena kami tidak mampu membayar listrik.
Kesedihan saya yang terbesar karena ketakutan saya akan masa depan anak-anak saya. Pergaulan dan teman-teman saya banyak yang mengalami kehancuran rumah tangga seperti ini, dan semua anak-anaknya menjadi hancur menyedihkan. Sedih sekali, jangan sampai hal itu juga terjadi pada anak-anak saya.
Tapi saya tahu, saya tidak boleh terus bersedih dan merenungkan nasib saya. Karena kalau saya goyah, bagaimana anak-anak saya bisa bertahan. Untuk itu, saya harus menunjukan bahwa saya kuat, agar mereka bisa bertahan.
Pada saat-saat tertentu, seperti saat bermain, mereka bisa langsung berhenti bermain dan berlari mencari saya, menangis dengan sedihnya menyatakan betapa ia merindukan papinya. Saat makan bersama, anak saya bisa mendadak berhenti dan menangis dengan sedihnya, "Aduh Mama ... aduh ... tolong aku ... aku rindu ... aku rindu sekali dengan Papi ... bagaimana Mama...?!" Sebagai seorang ibu, apa yang harus saya lakukan menghadapi hal seperti itu?
Dalam kepedihan seperti itu, saya membawa anak-anak mengenal Tuhan. Hasilnya sekitar satu tahun kemudian, anak saya yang paling tua sering mengajak saudara-saudaranya bergandengan tangan, menyanyikan pujian penyembahan, dan berdoa. Saat mereka berdoa, saya menjadi begitu terharu, bangga, dan bahagia. "Tuhan kami mengampuni Papi kami karena ia tidak tahu apa yang diperbuatnya. Ampunilah juga perempuan yang mengambil Papi, berilah suami yang baik untuknya dan kembalikan Papi kami."
Sebelas Tahun Kemudian
Satu saat telepon berbunyi, ternyata telepon dari Robby. Robby selalu memanggil saya Etha. Robby mengatakan hal ini kepada saya, "Halo Etha, ini aku. Etha, aku mau pulang dan kembali ke rumah. Kamu bersabar yah, aku mau menyelesaikan semua masalah di sini. Aku pasti akan kembali padamu dan anak-anak!" Setelah suami saya Robby berbicara seperti itu, suatu perasaan sayang, perasaan cinta sepertinya mulai timbul dan saya rasakan kembali.
Satu tahun lewat, dua tahun lewat, tiga tahun lewat. Tapi ayahnya belum juga pulang sesuai janjinya. Anak saya yang pertama selalu membeli hadiah untuk kado ulang tahun papinya, menyiapkannya untuk papinya saat ia pulang. Dan ia tidak mau membuka kado-kado itu, meskipun papinya tidak kunjung pulang.
Priscila, putri saya menyatakan kerinduannya akan ayahnya, mewakili saudaranya, "Kami bertemu Papi hanya pada waktu Natal lalu saja, itu pun tidak bisa setiap tahun. Di saat itu, kami baru bisa melepas rasa kangen dan rindu. Kami benar-benar gunakan waktu untuk jalan bareng dan bercanda dengan Papi. Tapi, hanya di saat itu saja kami memunyai waktu dengan Papi."
Petronela, putri sulung Robby sungguh merindukan kehadiran ayahnya.
"Begitu bertemu Papi semua perasaan sakit di dada rasanya langsung hilang begitu saja. Tapi begitu Papi mau pergi lagi, aku memeluk Papi, rasanya sayang untuk melepas Papi pergi lagi. Kerinduanku akan Papi besar sekali. Kalau aku merasa kurang puas, aku biasanya akan tulis di diari atau di bukuku. Aku akan tulis: 'Papi, aku kangen banget sama Papi. Kok Papi nggak merasa apa yang aku rasain sih? Aku sungguh kangen Papi!'. Aku selalu menulis tulisan itu berulang-ulang dengan kata-kata yang sama."
Suatu hari pada bulan Januari 1998, Robby berjanji untuk kembali ke rumah pada tanggal sekian. Anak-anak menanti ayah mereka kembali ke rumah hingga jauh malam. Di saat dini hari menjelang, doa-doa Bertha beserta anak-anaknya selama empat belas tahun akhirnya berbuah; jawaban Tuhan pun datang. Jam dua pagi ada ketukan di pintu. Anak-anak membuka dan ternyata Robby kembali .... Anak-anak bersuka cita sekali. Mereka memeluk papi mereka, saya sendiri terharu melihatnya.
Petronela: "Kita semua menangis, semua sakit di dada terlepas, Tuhan angkat."
Priscila: "Saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi, yang ada cuma tangis!"
Tuhan memulihkan hati saya dan hati Robby. Luar biasa ...! Hubungan kami lebih daripada masa pacaran. Saat ini saya merasakan satu kebahagiaan yang luar biasa. Kami tahu bahwa Tuhanlah yang memberikan kebahagiaan dan sukacita yang kami alami saat ini. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, suami saya yang rasanya sudah mustahil untuk kembali, empat belas tahun kemudian bisa pulang lagi. Terus berdoa dengan sungguh dan berharap pada Tuhan Yesus; asal kita percaya dan bertekun, semua mungkin terjadi.
Roma 12:(12) Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Perekonomian keluarga yang sudah sangat sulit menjadi ambruk sama sekali. Sementara anak-anak harus tetap sekolah dan makan. Berbagai usaha saya lakukan, yang penting halal, walaupun ada perasaan sedih dan malu karena memikul nama suami saya. Tapi saya tutup telinga karena bagaimanapun saya tetap harus menghidupi ketujuh anak saya. Walaupun harus berhemat luar biasa sehingga beberapa tahun kami harus bergelap-gelapan karena saat malam kami mengandalkan lilin. Itu karena kami tidak mampu membayar listrik.
Kesedihan saya yang terbesar karena ketakutan saya akan masa depan anak-anak saya. Pergaulan dan teman-teman saya banyak yang mengalami kehancuran rumah tangga seperti ini, dan semua anak-anaknya menjadi hancur menyedihkan. Sedih sekali, jangan sampai hal itu juga terjadi pada anak-anak saya.
Tapi saya tahu, saya tidak boleh terus bersedih dan merenungkan nasib saya. Karena kalau saya goyah, bagaimana anak-anak saya bisa bertahan. Untuk itu, saya harus menunjukan bahwa saya kuat, agar mereka bisa bertahan.
Pada saat-saat tertentu, seperti saat bermain, mereka bisa langsung berhenti bermain dan berlari mencari saya, menangis dengan sedihnya menyatakan betapa ia merindukan papinya. Saat makan bersama, anak saya bisa mendadak berhenti dan menangis dengan sedihnya, "Aduh Mama ... aduh ... tolong aku ... aku rindu ... aku rindu sekali dengan Papi ... bagaimana Mama...?!" Sebagai seorang ibu, apa yang harus saya lakukan menghadapi hal seperti itu?
Dalam kepedihan seperti itu, saya membawa anak-anak mengenal Tuhan. Hasilnya sekitar satu tahun kemudian, anak saya yang paling tua sering mengajak saudara-saudaranya bergandengan tangan, menyanyikan pujian penyembahan, dan berdoa. Saat mereka berdoa, saya menjadi begitu terharu, bangga, dan bahagia. "Tuhan kami mengampuni Papi kami karena ia tidak tahu apa yang diperbuatnya. Ampunilah juga perempuan yang mengambil Papi, berilah suami yang baik untuknya dan kembalikan Papi kami."
Sebelas Tahun Kemudian
Satu saat telepon berbunyi, ternyata telepon dari Robby. Robby selalu memanggil saya Etha. Robby mengatakan hal ini kepada saya, "Halo Etha, ini aku. Etha, aku mau pulang dan kembali ke rumah. Kamu bersabar yah, aku mau menyelesaikan semua masalah di sini. Aku pasti akan kembali padamu dan anak-anak!" Setelah suami saya Robby berbicara seperti itu, suatu perasaan sayang, perasaan cinta sepertinya mulai timbul dan saya rasakan kembali.
Satu tahun lewat, dua tahun lewat, tiga tahun lewat. Tapi ayahnya belum juga pulang sesuai janjinya. Anak saya yang pertama selalu membeli hadiah untuk kado ulang tahun papinya, menyiapkannya untuk papinya saat ia pulang. Dan ia tidak mau membuka kado-kado itu, meskipun papinya tidak kunjung pulang.
Priscila, putri saya menyatakan kerinduannya akan ayahnya, mewakili saudaranya, "Kami bertemu Papi hanya pada waktu Natal lalu saja, itu pun tidak bisa setiap tahun. Di saat itu, kami baru bisa melepas rasa kangen dan rindu. Kami benar-benar gunakan waktu untuk jalan bareng dan bercanda dengan Papi. Tapi, hanya di saat itu saja kami memunyai waktu dengan Papi."
Petronela, putri sulung Robby sungguh merindukan kehadiran ayahnya.
"Begitu bertemu Papi semua perasaan sakit di dada rasanya langsung hilang begitu saja. Tapi begitu Papi mau pergi lagi, aku memeluk Papi, rasanya sayang untuk melepas Papi pergi lagi. Kerinduanku akan Papi besar sekali. Kalau aku merasa kurang puas, aku biasanya akan tulis di diari atau di bukuku. Aku akan tulis: 'Papi, aku kangen banget sama Papi. Kok Papi nggak merasa apa yang aku rasain sih? Aku sungguh kangen Papi!'. Aku selalu menulis tulisan itu berulang-ulang dengan kata-kata yang sama."
Suatu hari pada bulan Januari 1998, Robby berjanji untuk kembali ke rumah pada tanggal sekian. Anak-anak menanti ayah mereka kembali ke rumah hingga jauh malam. Di saat dini hari menjelang, doa-doa Bertha beserta anak-anaknya selama empat belas tahun akhirnya berbuah; jawaban Tuhan pun datang. Jam dua pagi ada ketukan di pintu. Anak-anak membuka dan ternyata Robby kembali .... Anak-anak bersuka cita sekali. Mereka memeluk papi mereka, saya sendiri terharu melihatnya.
Petronela: "Kita semua menangis, semua sakit di dada terlepas, Tuhan angkat."
Priscila: "Saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi, yang ada cuma tangis!"
Tuhan memulihkan hati saya dan hati Robby. Luar biasa ...! Hubungan kami lebih daripada masa pacaran. Saat ini saya merasakan satu kebahagiaan yang luar biasa. Kami tahu bahwa Tuhanlah yang memberikan kebahagiaan dan sukacita yang kami alami saat ini. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, suami saya yang rasanya sudah mustahil untuk kembali, empat belas tahun kemudian bisa pulang lagi. Terus berdoa dengan sungguh dan berharap pada Tuhan Yesus; asal kita percaya dan bertekun, semua mungkin terjadi.
Roma 12:(12) Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Jumat, 26 Februari 2010
KURSI KOSONG
Anak perempuan dari seseorang telah meminta pendeta
dari gereja setempat untuk datang berdoa dengan
bapaknya. Ketika pendeta itu tiba di rumah itu
dia dapati orang itu sedang terbaring di tempat
tidurnya diatas dua bantal yang tersusun. Sebuah kursi
yang kosong terletak di samping ranjang itu.
Si pendeta tadi berpikir tentu orang itu sudah
diberitahukan akan kunjungannya kerumah itu.
Saya pikir tentu anda sedang menunggu kedatangan saya,
dia berkata. 'Tidak, siapakah anda?' tanya bapak itu.
Pendeta tadi memberitahukan namanya kemudian
melanjutkan, "Saya melihat kursi yang kosong itu, jadi
saya sangka anda sudah tahu bawa saya akan datang
berkunjung." "Oh, ya, mengenai kursi itu,"kata orang
yang kelihatan sakit payah tak dapat berdiri dari
ranjangnya itu. "Bolehkah anda tolong menutup pintu itu?"
Merasa sedikit keheranan, pendeta itu menutup pintu
kamar itu. "Saya tidak pernah menceritakan hal ini
kepada siapa pun, kepada anak perempuanku pun tak
pernah," kata si orang itu. "Tetapi sepanjang umur
hidup saya, saya tidak pernah tahu bagaimana caranya
berdoa. Di gereja saya selalu mendengar pendeta
berkhotbah tentang berdoa, tapi itu hanya lalu saja
begitu melampaui kepala saya." Saya berhenti berusaha
berdoa sama sekali," orang tua itu melanjutkan,
"sehingga pada suatu hari kira-kira
empat tahun yang lalu, seorang sahabat baikku berkata
kepadaku, "Johnny, doa itu adalah suatu hal yang
sederhana yaitu anda mengadakan percakapan
dengan Yesus. Inilah anjuran saya. Anda duduklah
disatu kursi, kemudian di depan anda letakkan satu
kursi yang kosong, kemudian dalam iman anda
lihatlah Yesus sedang duduk dikursi itu. Ini bukan
satu pikiran yang aneh, karena Dia berjanji, 'Aku akan
beserta dengan kamu selamanya.' "Kemudian anda
bercakap dengan dia seperti caranya anda
berbicara dengan saya sekarang." Jadi saya coba itu
dan saya sangat menyukainya sehingga saya telah
melakukan itu selama dua jam setiap hari. Saya sangat
berhati-hati dalam soal ini. Kalau anak perempuan saya
melihat saya berbicara kepada kursi yang kosong, pasti
dia akan jadi senewen atau gegawang dan akan mengirim
saya ke rumah sakit jiwa."
Si pendeta sangat terharu mendengar cerita itu dan
menganjurkan supaya meneruskan pengalaman ini.
Kemudian dia berdoa dengan orang itu dan setelah itu
mengurapinya dengan minyak dan kembali ke gerejanya.
Dua malam kemudian anak perempuan itu menelpon pendeta
tadi dan menyampaikan bahwa bapaknya sudah meninggal
pada sore hari itu.
"Apakah dia meninggal dengan tenang?" dia bertanya.
"Ya, pada waktu saya akan meninggalkan pada
jam dua sore, dia memanggil saya kesamping tempat
tidurnya, mengatakan bahwa dia mencintai saya dan
kemudian mencium pipi saya. Waktu saya kembali dari
toko sejam kemudian, saya dapati bahwa dia sudah
meninggal. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam
kematiannya itu. Kelihatannya, sebelum bapak
meninggal, dia telah mengangkat kepalanya lalu
membaringkan itu diatas kursi di samping ranjangnya.
Menurut anda apa yang telah terjadi?" Si pendeta
menyeka linangan air matanya dan berkata, "Betapa aku
harapkan kalau kita semua bisa meninggal dengan cara
demikian."
01. Aku minta air dari Tuhan, dan Ia berikan aku sebuah samudera.
02. Aku minta kembang dari Tuhan, dan Ia berikan aku sebuah taman.
03. Aku minta teman dari Tuhan, dan Ia berikan ENGKAU kepadaku.
dari gereja setempat untuk datang berdoa dengan
bapaknya. Ketika pendeta itu tiba di rumah itu
dia dapati orang itu sedang terbaring di tempat
tidurnya diatas dua bantal yang tersusun. Sebuah kursi
yang kosong terletak di samping ranjang itu.
Si pendeta tadi berpikir tentu orang itu sudah
diberitahukan akan kunjungannya kerumah itu.
Saya pikir tentu anda sedang menunggu kedatangan saya,
dia berkata. 'Tidak, siapakah anda?' tanya bapak itu.
Pendeta tadi memberitahukan namanya kemudian
melanjutkan, "Saya melihat kursi yang kosong itu, jadi
saya sangka anda sudah tahu bawa saya akan datang
berkunjung." "Oh, ya, mengenai kursi itu,"kata orang
yang kelihatan sakit payah tak dapat berdiri dari
ranjangnya itu. "Bolehkah anda tolong menutup pintu itu?"
Merasa sedikit keheranan, pendeta itu menutup pintu
kamar itu. "Saya tidak pernah menceritakan hal ini
kepada siapa pun, kepada anak perempuanku pun tak
pernah," kata si orang itu. "Tetapi sepanjang umur
hidup saya, saya tidak pernah tahu bagaimana caranya
berdoa. Di gereja saya selalu mendengar pendeta
berkhotbah tentang berdoa, tapi itu hanya lalu saja
begitu melampaui kepala saya." Saya berhenti berusaha
berdoa sama sekali," orang tua itu melanjutkan,
"sehingga pada suatu hari kira-kira
empat tahun yang lalu, seorang sahabat baikku berkata
kepadaku, "Johnny, doa itu adalah suatu hal yang
sederhana yaitu anda mengadakan percakapan
dengan Yesus. Inilah anjuran saya. Anda duduklah
disatu kursi, kemudian di depan anda letakkan satu
kursi yang kosong, kemudian dalam iman anda
lihatlah Yesus sedang duduk dikursi itu. Ini bukan
satu pikiran yang aneh, karena Dia berjanji, 'Aku akan
beserta dengan kamu selamanya.' "Kemudian anda
bercakap dengan dia seperti caranya anda
berbicara dengan saya sekarang." Jadi saya coba itu
dan saya sangat menyukainya sehingga saya telah
melakukan itu selama dua jam setiap hari. Saya sangat
berhati-hati dalam soal ini. Kalau anak perempuan saya
melihat saya berbicara kepada kursi yang kosong, pasti
dia akan jadi senewen atau gegawang dan akan mengirim
saya ke rumah sakit jiwa."
Si pendeta sangat terharu mendengar cerita itu dan
menganjurkan supaya meneruskan pengalaman ini.
Kemudian dia berdoa dengan orang itu dan setelah itu
mengurapinya dengan minyak dan kembali ke gerejanya.
Dua malam kemudian anak perempuan itu menelpon pendeta
tadi dan menyampaikan bahwa bapaknya sudah meninggal
pada sore hari itu.
"Apakah dia meninggal dengan tenang?" dia bertanya.
"Ya, pada waktu saya akan meninggalkan pada
jam dua sore, dia memanggil saya kesamping tempat
tidurnya, mengatakan bahwa dia mencintai saya dan
kemudian mencium pipi saya. Waktu saya kembali dari
toko sejam kemudian, saya dapati bahwa dia sudah
meninggal. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam
kematiannya itu. Kelihatannya, sebelum bapak
meninggal, dia telah mengangkat kepalanya lalu
membaringkan itu diatas kursi di samping ranjangnya.
Menurut anda apa yang telah terjadi?" Si pendeta
menyeka linangan air matanya dan berkata, "Betapa aku
harapkan kalau kita semua bisa meninggal dengan cara
demikian."
01. Aku minta air dari Tuhan, dan Ia berikan aku sebuah samudera.
02. Aku minta kembang dari Tuhan, dan Ia berikan aku sebuah taman.
03. Aku minta teman dari Tuhan, dan Ia berikan ENGKAU kepadaku.
jawaban doa
Seorang wanita sedang bekerja ketika ia menerima telepon bahwa anak perempuannya sakit karena demam. Ia meninggalkan pekerjaannya dan mampir di apotek untuk membeli obat untuk anaknya.
Ketika kembali ke mobilnya, ia menyadari bahwa kunci mobilnya tertinggal dalam mobil. Padahal ia terburu-buru pulang untuk melihat keadaan anaknya yang sakit.
Ia tak tahu apa yang harus dilakukan, jadi ia menelepon rumah dan mengatakan apa yang terjadi kepada pengasuh anaknya, bahwa ia tak
tahu apa yang harus dilakukannya. Si pengasuh anak berkata bahwa keadaan anaknya bertambah buruk.
Ia berkata, "Carilah sepotong besi dan pakailah untuk membuka pintu mobil."
Wanita itu mencari-cari dan menemukan besi tua berkarat yang telah dibuang, mungkin oleh orang yang kunci mobilnya juga tertinggal di
dalam mobil. Kemudian ia mengamati besi itu dan berkata, "Aku tidak tahu bagaimana menggunakannya."
Jadi ia menunduk dan mohon agar Tuhan memberikan pertolongan. Dalam lima menit, sebuah mobil tua rongsok yang dikendarai oleh pria dekil,kotor, dan berjanggut yang mengenakan ikat kepala lusuh bergambar tengkorak, menepi.
"Apakah ia yang Kau kirim untuk membantuku?" pikir wanita itu. Tapi,ia putus asa, jadi ia sangat bersyukur atas siapapun yang dikirim
Tuhan.
Pria itu keluar dari mobilnya dan menawarkan bantuan. Wanita itu berkata, "Ya, anakku sakit. Aku mampir ke apotek untuk membeli obat dan kunci mobilku ketinggalan di dalam mobil. Aku harus segera pulang.Tolong, bisakah kamu menggunakan besi ini untuk membuka pintu mobilku?"
Pria itu berkata, "Tentu saja." Ia menghampiri mobil itu dan kurang dari semenit, pintu mobil itu terbuka.
Wanita itu memeluk si pria dan sambil menangis ia berkata, "Terima kasih banyak! Kamu orang yang sangat baik."
Si pria menjawab, "Nyonya, saya ini bukan orang baik, saya baru saja keluar dari penjara hari ini. Saya dipenjara karena pencurian mobil
dan baru saja menghirup udara segar selama sekitar satu jam."
Si wanita itu memeluk pria itu lagi dan dengan air mata yang mencucur, ia berteriak keras, "Oh, terima kasih, terima kasih, Tuhan! Engkau bahkan mengirimkan seorang yang profesional dalam hal ini."
•» Apapun Yang Kita Alami Dalam Hidup Ini, Kita Harus Tau Hahwa TUHAN Selalu Mendengar Saat Kita Berteriak, Selalu Memberi Saat Kita Meminta, Selalu Membuka Pintu Saat Kita Mengetuk, Selalu Mengangkat Kita Ketika Kita Direndahkan & Jatuh Bahkan TUHAN Selalu Punya Rancangan Indah Dalam Hidup Kita.
•» Saat TUHAN Menjawab Doamu, DIA Menambahkan Imanmu... Saat TUHAN Belum Menjawab Doamu, DIA Menambah Kesabaranmu... Saat TUHAN Sudah Menjawab,Tapi Itu Bukan Doamu, DIA Mau Memberimu Yang Terbaik
Ketika kembali ke mobilnya, ia menyadari bahwa kunci mobilnya tertinggal dalam mobil. Padahal ia terburu-buru pulang untuk melihat keadaan anaknya yang sakit.
Ia tak tahu apa yang harus dilakukan, jadi ia menelepon rumah dan mengatakan apa yang terjadi kepada pengasuh anaknya, bahwa ia tak
tahu apa yang harus dilakukannya. Si pengasuh anak berkata bahwa keadaan anaknya bertambah buruk.
Ia berkata, "Carilah sepotong besi dan pakailah untuk membuka pintu mobil."
Wanita itu mencari-cari dan menemukan besi tua berkarat yang telah dibuang, mungkin oleh orang yang kunci mobilnya juga tertinggal di
dalam mobil. Kemudian ia mengamati besi itu dan berkata, "Aku tidak tahu bagaimana menggunakannya."
Jadi ia menunduk dan mohon agar Tuhan memberikan pertolongan. Dalam lima menit, sebuah mobil tua rongsok yang dikendarai oleh pria dekil,kotor, dan berjanggut yang mengenakan ikat kepala lusuh bergambar tengkorak, menepi.
"Apakah ia yang Kau kirim untuk membantuku?" pikir wanita itu. Tapi,ia putus asa, jadi ia sangat bersyukur atas siapapun yang dikirim
Tuhan.
Pria itu keluar dari mobilnya dan menawarkan bantuan. Wanita itu berkata, "Ya, anakku sakit. Aku mampir ke apotek untuk membeli obat dan kunci mobilku ketinggalan di dalam mobil. Aku harus segera pulang.Tolong, bisakah kamu menggunakan besi ini untuk membuka pintu mobilku?"
Pria itu berkata, "Tentu saja." Ia menghampiri mobil itu dan kurang dari semenit, pintu mobil itu terbuka.
Wanita itu memeluk si pria dan sambil menangis ia berkata, "Terima kasih banyak! Kamu orang yang sangat baik."
Si pria menjawab, "Nyonya, saya ini bukan orang baik, saya baru saja keluar dari penjara hari ini. Saya dipenjara karena pencurian mobil
dan baru saja menghirup udara segar selama sekitar satu jam."
Si wanita itu memeluk pria itu lagi dan dengan air mata yang mencucur, ia berteriak keras, "Oh, terima kasih, terima kasih, Tuhan! Engkau bahkan mengirimkan seorang yang profesional dalam hal ini."
•» Apapun Yang Kita Alami Dalam Hidup Ini, Kita Harus Tau Hahwa TUHAN Selalu Mendengar Saat Kita Berteriak, Selalu Memberi Saat Kita Meminta, Selalu Membuka Pintu Saat Kita Mengetuk, Selalu Mengangkat Kita Ketika Kita Direndahkan & Jatuh Bahkan TUHAN Selalu Punya Rancangan Indah Dalam Hidup Kita.
•» Saat TUHAN Menjawab Doamu, DIA Menambahkan Imanmu... Saat TUHAN Belum Menjawab Doamu, DIA Menambah Kesabaranmu... Saat TUHAN Sudah Menjawab,Tapi Itu Bukan Doamu, DIA Mau Memberimu Yang Terbaik
Rabu, 24 Februari 2010
Di Tinggal Sahabat
Hampir tiap orang di dunia ini pernah mempunyai seorang sahabat karib, entah pada saat kita masih kecil maupun saat sekarang ini.
Bagaimana kalau Anda di tinggal mati oleh sahabat karib Anda?
Tempat dimana Anda bisa berbagi suka maupun duka.
Hal inilah yg terjadi pada saat ini dengan diri saya, sobat karib saya, Ben kemarin telah meninggal dunia dalam usia 46 th, karena penyakit kanker.
Hal ini mengingatkan kembali ketika saya di tinggal mati oleh si Udin.
Sejak usia 2 th saya telah di tinggal ayah, karena ia ditawan oleh tentara Jepang. Ibu harus berkerja keras untuk bisa membiayai hidup anak-anaknya.
Ibu sering melakukan puasa, karena tidak cukup makanan dirumah, bahkan kamipun sering tidur dengan perut lapar.
Hal inilah yg mendorong saya untuk minggat dari rumah, karena ingin meringankan bebannya Ibu. Padahal waktu itu usia saya baru 6 th dengan rasa berat hati dan air mata terlinang saya berangkat meninggakan kampung halaman dengan tujuan pergi ke kota besar Bandung, karena ingin mencoba mencari nafkah sendiri
Saya berangkat berdua dengan sobat karib saya si Udin yg usianya 3 th lebih tua daripada saya. Ber-jam-jam kami berjalan kaki seharian tanpa makan, sedangkan uang tidak kami miliki, satu-satunya harta yang kami miliki ialah sehelai baju yang melekat dibadan kami.
Karena sudah tidak tertahankan lagi, saya mengusulkan kepada si Udin untuk mencuri buah-buahan di kebun orang, tetapi si Udin walaupun ia anak yatim, ia sangat taat sekali kepada agama, ia melarang saya untuk mencuri, ia bilang lebih baik kita mengemis daripada mencuri.
Kami melewati satu gedung besar, dan kami berpikir disinilah kita bisa mengemis untuk memohon sesuap nasi, tetapi belum saja kami bisa masuk ke halaman rumah, kami telah dikejar oleh anjing sipemilik rumah, kami lari terbirit-birit, tetapi dengan kaki yg masih kecil, saya belum bisa berlari cepat, sehingga saya jatuh tersungkur dan anjing menggigit saya. Akhirnya si Udin datang melindungi dan menghalau anjing tersebut.
Hujan telah turun dgn deras, badan kami menggigil kedinginan, karena telah tak tertahankan lagi, kami mencari makan di tempat sampah, ternyata disitu masih ada sisa sepotong roti kecil, dan beberapa genggam nasi.
Karena badan saya telah lemah lunglai apalagi telah digigit anjing, si Udin memberikan roti maupun nasi tersebut semuanya untuk saya, makanlah ia bilang, karena saya lagi puasa, walaupun kenyataannya tidaklah demikian, tetapi ia mengikhlaskannya untuk saya.
Malam hari itu kami tidur di emperan rumah orang, tepatnya di depan sebuah kelenteng. Malam-malam saya terbangun, karena saya mendengar si Udin mengeluh kesakitan, badannya menggigil, tak satu katapun bisa ia ucapkan tetapi matanya kelihatan sayu.
Saya mengetahui ia sakit, karena lapar, ia sudah tidak makan sejak lebih dari dua hari, dan bagian makanannya selalu diberikan kepada saya, sehingga badannya menjadi sedemikian lemahnya.
Dari luar kelenteng masih kelihatan cahaya api lilin remang-remang diatas meja sesajen, tanpa pikir panjang saya memanjat pagar dan pintu kelenteng untuk bisa masuk ke dalam, akhirnya saya berhasil mencuri sesajen berupa dua potong kueh. Saya berlari kepada si Udin cepat-cepat untuk memberikannya kepada dia, karena saya merasa takut sekali kehilangan dia.
Ketika saya tiba, saya berusaha memeluk badannya si Udin yang gemetaran dan mencoba menyuapkan kueh ke dalam mulutnya, tetapi rupanya telah terlambat. Sang Pencipta telah memanggil dia balik kepangkuan-Nya.
Apakah Anda bisa membayangkan betapa perasaan seorang bocah berusia 6 th yang di tinggal mati oleh kawan dan sobat satu-satunya yg pada saat itu tidak memiliki siapapun juga, karena jauh dari kampung halaman?
Bagaimana perasaan Anda apabila sobat karib Anda meninggal dalam pelukan tangan Anda?
Dibawah hujan rintik-rintik dengan badan menggigil kedinginan, saya menangis terseduh-seduh. Saya mendekap badannya si Udin erat-erat dan dengan suara tersendat-sendat saya mengucapkan: "Jangan tinggalkan saya, Din! Jangan tinggakan saya seorang diri......"
Hal inilah yg terulang dan teringat kembali, bagaimana sakitnya perasaan dan hati saya di tinggal oleh seorang sobat karib. Dengan air mata terlinang saya menyanyikan lagu: "What we have a friend in Jesus!"
Selamat jalan Ben!
A brother may not be a friend, but a friend will always be a brother.
YOHANES 15:13
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."
Bagaimana kalau Anda di tinggal mati oleh sahabat karib Anda?
Tempat dimana Anda bisa berbagi suka maupun duka.
Hal inilah yg terjadi pada saat ini dengan diri saya, sobat karib saya, Ben kemarin telah meninggal dunia dalam usia 46 th, karena penyakit kanker.
Hal ini mengingatkan kembali ketika saya di tinggal mati oleh si Udin.
Sejak usia 2 th saya telah di tinggal ayah, karena ia ditawan oleh tentara Jepang. Ibu harus berkerja keras untuk bisa membiayai hidup anak-anaknya.
Ibu sering melakukan puasa, karena tidak cukup makanan dirumah, bahkan kamipun sering tidur dengan perut lapar.
Hal inilah yg mendorong saya untuk minggat dari rumah, karena ingin meringankan bebannya Ibu. Padahal waktu itu usia saya baru 6 th dengan rasa berat hati dan air mata terlinang saya berangkat meninggakan kampung halaman dengan tujuan pergi ke kota besar Bandung, karena ingin mencoba mencari nafkah sendiri
Saya berangkat berdua dengan sobat karib saya si Udin yg usianya 3 th lebih tua daripada saya. Ber-jam-jam kami berjalan kaki seharian tanpa makan, sedangkan uang tidak kami miliki, satu-satunya harta yang kami miliki ialah sehelai baju yang melekat dibadan kami.
Karena sudah tidak tertahankan lagi, saya mengusulkan kepada si Udin untuk mencuri buah-buahan di kebun orang, tetapi si Udin walaupun ia anak yatim, ia sangat taat sekali kepada agama, ia melarang saya untuk mencuri, ia bilang lebih baik kita mengemis daripada mencuri.
Kami melewati satu gedung besar, dan kami berpikir disinilah kita bisa mengemis untuk memohon sesuap nasi, tetapi belum saja kami bisa masuk ke halaman rumah, kami telah dikejar oleh anjing sipemilik rumah, kami lari terbirit-birit, tetapi dengan kaki yg masih kecil, saya belum bisa berlari cepat, sehingga saya jatuh tersungkur dan anjing menggigit saya. Akhirnya si Udin datang melindungi dan menghalau anjing tersebut.
Hujan telah turun dgn deras, badan kami menggigil kedinginan, karena telah tak tertahankan lagi, kami mencari makan di tempat sampah, ternyata disitu masih ada sisa sepotong roti kecil, dan beberapa genggam nasi.
Karena badan saya telah lemah lunglai apalagi telah digigit anjing, si Udin memberikan roti maupun nasi tersebut semuanya untuk saya, makanlah ia bilang, karena saya lagi puasa, walaupun kenyataannya tidaklah demikian, tetapi ia mengikhlaskannya untuk saya.
Malam hari itu kami tidur di emperan rumah orang, tepatnya di depan sebuah kelenteng. Malam-malam saya terbangun, karena saya mendengar si Udin mengeluh kesakitan, badannya menggigil, tak satu katapun bisa ia ucapkan tetapi matanya kelihatan sayu.
Saya mengetahui ia sakit, karena lapar, ia sudah tidak makan sejak lebih dari dua hari, dan bagian makanannya selalu diberikan kepada saya, sehingga badannya menjadi sedemikian lemahnya.
Dari luar kelenteng masih kelihatan cahaya api lilin remang-remang diatas meja sesajen, tanpa pikir panjang saya memanjat pagar dan pintu kelenteng untuk bisa masuk ke dalam, akhirnya saya berhasil mencuri sesajen berupa dua potong kueh. Saya berlari kepada si Udin cepat-cepat untuk memberikannya kepada dia, karena saya merasa takut sekali kehilangan dia.
Ketika saya tiba, saya berusaha memeluk badannya si Udin yang gemetaran dan mencoba menyuapkan kueh ke dalam mulutnya, tetapi rupanya telah terlambat. Sang Pencipta telah memanggil dia balik kepangkuan-Nya.
Apakah Anda bisa membayangkan betapa perasaan seorang bocah berusia 6 th yang di tinggal mati oleh kawan dan sobat satu-satunya yg pada saat itu tidak memiliki siapapun juga, karena jauh dari kampung halaman?
Bagaimana perasaan Anda apabila sobat karib Anda meninggal dalam pelukan tangan Anda?
Dibawah hujan rintik-rintik dengan badan menggigil kedinginan, saya menangis terseduh-seduh. Saya mendekap badannya si Udin erat-erat dan dengan suara tersendat-sendat saya mengucapkan: "Jangan tinggalkan saya, Din! Jangan tinggakan saya seorang diri......"
Hal inilah yg terulang dan teringat kembali, bagaimana sakitnya perasaan dan hati saya di tinggal oleh seorang sobat karib. Dengan air mata terlinang saya menyanyikan lagu: "What we have a friend in Jesus!"
Selamat jalan Ben!
A brother may not be a friend, but a friend will always be a brother.
YOHANES 15:13
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."
Selasa, 23 Februari 2010
Bermimpi
Ada seorang gadis kecil berdiri di pinggir keramaian selagi ayahnya memberikan suatu kesaksian tentang apa yang telah diperbuat Tuhan Yesus dalam hidupnya. Dia menyaksikan bagaimana Tuhan telah menyelamatkan dia dan menarik dia dari gaya hidupnya sebagai seorang pemabuk.
Pada hari itu ada seorang sinis yang berdiri di antara kerumunan tersebut yang tidak tahan lagi mendengar segala omong kosong tentang agama tersebut. Dia berteriak, "Kenapa anda tidak duduk dan diam saja, orang tua. Anda hanyalah bermimpi."
Tak beberapa lama, orang skeptik ini merasa ada tarikan di lengan jaketnya. Dia menoleh ke bawah dan ternyata itu adalah gadis kecil ini. Anak itu menatapnya lekat-lekat dan berkata, "Tuan, itu adalah ayah saya yang anda bicarakan. Anda mengatakan ayah saya seorang pemimpi? Biar saya ceritakan kepada anda tentang ayah saya.
"Ayah saya dulu seorang pemabuk dan malam-malam pulang ke rumah, dan memukuli ibu saya. Ibu menangis sepanjang malam. Dan Tuan, kami tidak memiliki pakaian-pakaian bagus untuk dipakai karena ayah saya membelanjakan seluruh uangnya untuk whiski. Kadang-kadang saya bahkan tidak memiliki sepatu untuk dikenakan ke sekolah. Tapi lihatlah sepatu dan baju ini! Ayah saya mempunyai pekerjaan yang baik sekarang!".
Lalu sambil menunjuk ke suatu arah, dia mengatakan, "Apakah anda melihat seorang wanita yang sedang tersenyum di sana? Itu adalah ibu saya. Dia tidak menangis sepanjang malam lagi sekarang. Sekarang dia menyanyi."
Kemudian suatu pukulan yang hebat. Anak itu berkata, "Yesus telah merubah ayah saya. Yesus telah merubah rumah kami. Tuan, jika ayah saya sedang bermimpi, tolong jangan bangunkan dia!"
Pada hari itu ada seorang sinis yang berdiri di antara kerumunan tersebut yang tidak tahan lagi mendengar segala omong kosong tentang agama tersebut. Dia berteriak, "Kenapa anda tidak duduk dan diam saja, orang tua. Anda hanyalah bermimpi."
Tak beberapa lama, orang skeptik ini merasa ada tarikan di lengan jaketnya. Dia menoleh ke bawah dan ternyata itu adalah gadis kecil ini. Anak itu menatapnya lekat-lekat dan berkata, "Tuan, itu adalah ayah saya yang anda bicarakan. Anda mengatakan ayah saya seorang pemimpi? Biar saya ceritakan kepada anda tentang ayah saya.
"Ayah saya dulu seorang pemabuk dan malam-malam pulang ke rumah, dan memukuli ibu saya. Ibu menangis sepanjang malam. Dan Tuan, kami tidak memiliki pakaian-pakaian bagus untuk dipakai karena ayah saya membelanjakan seluruh uangnya untuk whiski. Kadang-kadang saya bahkan tidak memiliki sepatu untuk dikenakan ke sekolah. Tapi lihatlah sepatu dan baju ini! Ayah saya mempunyai pekerjaan yang baik sekarang!".
Lalu sambil menunjuk ke suatu arah, dia mengatakan, "Apakah anda melihat seorang wanita yang sedang tersenyum di sana? Itu adalah ibu saya. Dia tidak menangis sepanjang malam lagi sekarang. Sekarang dia menyanyi."
Kemudian suatu pukulan yang hebat. Anak itu berkata, "Yesus telah merubah ayah saya. Yesus telah merubah rumah kami. Tuan, jika ayah saya sedang bermimpi, tolong jangan bangunkan dia!"
Kisah Anak Muda
Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.
Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.
"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.
Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."
Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."
Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."
Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain".
Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".
Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.
Teman-teman yang luar biasa,
Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.
Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.
Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses luar biasa!
AMSAL 21:5 "Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan."
Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.
"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.
Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."
Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."
Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."
Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain".
Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".
Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.
Teman-teman yang luar biasa,
Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.
Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.
Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses luar biasa!
AMSAL 21:5 "Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan."
Langganan:
Postingan (Atom)